Dicaci oleh Murid




Aib Saya dan Aib Mereka


Apa karena saya perempuan ya makanya saya sangat baper saat ada murid yang ngatain? Saya sudah pernah dengar secara langsung dan lebih sering dengar secara tidak langsung.


Pernah dikatain batu, judes, jutek. Hehe. Kalau dikatain begitu saya cuma bisa tertawa. Ketiga sifat itu masih ada dalam diri saya saat ini. Semoga saya bisa segera menyingkirkan sifat-sifat jelek tersebut, aamiiin.


Pernah dikatain suka sama murid. Allahuakbar. Nah kalo yang ini saya tidak mendengar secara langsung melainkan teman saya yang memberi tahu. Ternyata saya jadi bahan gibah anak murid karena mereka menyangka saya menyukai salah satu teman mereka. I mean, mereka itu "anak" murid loh. Saya sayang sama mereka dan memperlakukan mereka seperti anak saya sendiri. Tapi anak-anak lain menganggap perilaku saya berbeda dan menganggap saya cinta sama salah seorang murid.


Seketika saya marah mendengar kabar itu. Saya tidak habis pikir kenapa bisa muncul gosip seperti itu. Harga diri saya terinjak. Namun saya juga langsung merenungi perilaku saya. Apa yang membuat anak-anak perempuan itu menggosipkan hal yang tidak masuk akal? Mungkin saya terlalu santai cara mengajarnya sehingga terdengar dan terlihat "akrab". Mungkin murid yang dituduh menjadi orang yang saya suka adalah murid populer di sekolah yang digemari banyak wanita.


Tapi yang membuat saya marah adalah mereka ngegosipin saya di depan guru lain. Alhamdulillah-nya guru itu adalah teman saya. Jadi guru itu membela saya di depan anak murid yang bergosip. Tapi, tetap saja saya merasa malu. Sebagai seorang guru yang sudah berumur dan masih single, kemudian dipandang oleh murid-muridnya sendiri sebagai guru "genit". Memang mereka tidak mengatakan saya genit tapi entah kenapa itu yang tersirat dari obrolan mereka.


Sudah tiga tahun ini di sekolah tempat saya mengajar menerapkan kebijakan pemisahan kelas bagi murid laki-laki dan murid perempuan. Saat saya berada di kelas laki-laki, saya sangat terkejut karena obrolan mereka begitu vulgar dan sikap mereka tidak sopan kepada gurunya. Jujur, saya sering marah di kelas mereka. Lalu saya menyadari bahwa saya tidak boleh langsung marah dan harus menasehati pelan-pelan.


Lama kelamaan saya menjadi semakin akrab di kelas mereka. Mereka sangat terbuka kepada saya, segala macam perbuatan dosa yang mereka lakukan pun mereka blak-blakan cerita ke saya. Meskipun terkadang ada juga yang tidak sengaja keceplosan.


Ada satu hal dari perbuatan mereka yang membuat saya kaget, yaitu ada anak yang terindikasi berjualan video porno. Saya mencoba untuk menasehati, melarang, dan banyak hal saya coba untuk mencegah hal itu terulang. Semakin lama anak-anak di kelas itu tahu bahwa saya menyadari perbuatan mereka. Hal itu justru malah membuat mereka semakin terbuka kepada saya.


Tidak lama berselang, pandemi Covid-19 datang melanda negeri ini, akibatnya guru harus mengajar secara online. Saya membuat grup WhatsApp yang berisikan seluruh siswa laki-laki itu. Kehawatiran saya pun menjadi kenyataan, grup tersebut kacau. Alhamdulillah saya bisa mengendalikan grup tersebut tapi pernah suatu ketika ada hal yang tak terduga terjadi. Mereka membahas tentang jual beli video porno itu. Saya sudah mengingatkan untuk berhenti membicarakannya. Saya mengarahkan mereka dengan tegas untuk fokus belajar. Kelas pun hening, namun tiba-tiba ada yang mengetik pesan "udah woi diem nanti miss-nya pengen". Saya marah. Saya minta pesan itu dihapus. Siswa yang quote pesan itu juga saya minta untuk hapus. Kelas bertambah hening. Kata-kata maaf terus berdatangan. Bahkan siswa itu japri.


Saat itu yang saya rasakan tidak hanya marah, saya merasa dilecehkan. Memangnya mereka tidak menganggap saya guru? Bisa-bisanya mereka mengira saya menginginkan hal seperti itu? Saya sedih dan kecewa karena kata-kata itu terlontar dari murid kebanggaan saya.


Waktu berlalu, saya pun menyadari bahwa murid saya khilaf dan dia pun telah mengakui kesalahannya, dia juga berjanji untuk tidak melakukannya lagi. Namun, sejak saat itu kelas jadi tidak mengasyikkan seperti dulu lagi.


Tapi alhamdulillah berkat itu saya jadi sering introspeksi diri. Banyak sekali hal yang ingin saya rubah. Demi murid saya dan khususnya demi diri saya sendiri.


Saya ingin menjadi guru yang membuat pelajaran menjadi mengasyikkan dan murid-murid tetap menghargai saya. Semoga Allah memudahkan saya untuk menjadi guru yang inspiratif. Dan semoga Allah membuat anak-anak Indonesia menjadi anak yang soleh dan baik, aamiiiin.

Komentar